Sejak Februari 1961 dua Suster Indonesia: Sr. M. Brocarda Sri Maharsi Poespowardojo dan Sr. M. Redempta Sujati Dipojudo telah berada di Batu untuk memulai biara baru. Untuk dapat diresmikan sebagai biara mandiri, menurut peraturan dibutuhkan 8 suster berkaul. Oleh karena itu, mereka masih menunggu teman dari biara lain.
Tanggal Maret 1961 Romo Jendral Kilian Healy sendiri datang ke Biara Karmelites “Ad Ss. Trinitatem” di Schuesselau dekat Bamberg meminta Suster untuk Indonesia, tetapi Suster-suster di sana mengatakan “tidak mungkin”, karena mereka sudah menerima tawaran dari Keuskupan Agung Essen, yang meminta, supaya suster KARMEL membuka biara di Keuskupannya. Uskup akan mendirikan biara dengan segala perlengkapannya di kota Duisburg, hanya dengan satu syarat, bahwa mendapat 10 Suster Karmelites sebagai pendoa dalam Keuskupannya, di daerah industri berat di Ruhrgebiet. Syarat itu oleh Suster-suster sudah diterima; waktu itu biara sedang dibangun. Pada bulan Juli 1961 sudah akan ditempati. Suster-suster yang akan menempati / memulai sudah dipilih, yaitu 5 Suster dari Biara “Ad Ss. Trinitatem” di Schluesselau dan lima Suster dari Biara “St. Yoseph” di Boxmeer, Belanda, yang merupakan biara induk Suster-suster yang pada thn 1949 memulai biara di Schluesselau.
Pada tanggal Mei 1961 Romo Assistant Jendral, P. Jacobus Melsen datang bersama Romo Provinsial, Gudenkar Hatzold, dari Bamberg, dan meminta lagi Suster untuk Indonesia, dengan mengatakan, hari ini tidak akan pergi dari sana sebelum mendapat Suster untuk Indonesia. Dari pagi sampai kira-kira pkl 11.30 mereka berunding di kamar tamu bersama Priorin, Sr. Theresia Kretschmann dan penasihat-penasihatya. Akhirnya, Sr. M. Immaculata dipanggil dan mengira akan membicarakan mengenai biara baru di Duisburg, karena Suster itu sudah ditunjuk untuk di sana dan sudah diberi tugas di sana. Tetapi apa yang ditanyakan? “Kalau Suster diminta ke Indonesia, Suster bersedia?” Jawabnya, “Kalau Pembesar saya berpendapat, bahwa saya bisa, saya bersedia.” Lalu keluar dari kamar tamu. Sesudah itu, Sr. Teresita Fremuth dan Sr. Elia Debernitz juga dipanggil dan kira-kira ditanya hal yang sama. Jawaban mereka rupanya juga tidak mengecewakan.
Akhirnya segala rencana mengenai Biara Duisburg diubah. Dari Biara Schluesselau hanya 2 Suster yang akan ke Duisburg, 5 Suster dari Biara “St. Yoseph”, Boxmeer, dan 3 Suster akan diminta dari biara Karmelites lain di Negeri Belanda. Tiga Suster dari Biara Schluesselau akan ke Indonesia. Keputusan itu memang mengecewakan, lebih-lebih bagi seorang Suster Belanda yang sudah cukup tua, yang tidak jadi berangkat ke Duisburg. Semula Suster ini sudah senang karena akan lebih dekat dengan keluarganya di Belanda, sebab sudah 12 tahun berada cukup jauh dari keluarganya. Dengan berlinang air mata, Suster itu mengatakan, “Untuk Indonesia saya rela.”
Akhirnya, 3 Suster yang akan ke Indonesia ialah, Sr. M. Immaculata Buettner, O. Carm., Sr. M. Teresita Fremuth, O. Carm., dan Sr. M. Elia Debernitz, O. Carm.
Mulai masa persiapan yang baru, yaitu mengajukan Visum untuk Indonesia. Visum itu diterima bulan Oktober/November 1961. Mereka mempersiapkan barang-barang yang perlu dibawa ke Indonesia, dll.
Persiapan sudah selesai, tiket pesawat sebenarnya sudah dibeli tanggal 25 Januari 1962, tetapi ketiga Suster itu tidak tahu karena apa belum dapat berangkat. Ternyata izin dari Takhta Suci untuk mendirikan biara ini hanya dengan 5 Suster baru diberikan pada tanggal 11 Februari 1962. Akhirnya, ditentukan pada tanggal 11 Maret 1962 untuk berangkat.
23 Maret 1962
Datanglah ketiga Suster Jerman yang telah lama dinantikan. Rm. Rumoldus Mollink pergi ke Surabaya untuk menjemput mereka. Kedatangannnya melalui Malang, sempat menghadap Yang Mulia Msgr. A.E.J. Albers, kemudian Paduka Romo Komisaris Jendral, serta mengunjungi beberapa biara lainnya. Diantar oleh Romo Komisaris Jendral pada sore hari menuju biara Flos Carmeli. Disambut dengan astuti, sebagai ucapan terima kasih atas kedatangan mereka dengan selamat.
Sesudah astuti, pintu klausura dibuka dan diterima oleh Sr. Maria Brocarda dan Sr. Maria Redempta dengan sangat gembiranya mulailah hidup bersama. Bergembira karena bertambah anggota dan keramaian. Kami mulai dapat menyusun acara harian kembali.
Sr. M. Immaculata Buttner, O. Carm. sebagai Priorin. Sebelum klausura diresmikan, ketiga Suster ini boleh berkeliling Vikariat Malang, agar mempunyai gambaran tentang suasana di sini, serta dapat dengan semangat berdoa untuk mereka.
***