
Biara Flos Carmeli Batu Tahun 1960-an
Biara Rubiah “FLOS CARMELI” (Bunga Karmel), yang diresmikan oleh Bapak Uskup A.E.J. Albers, O. Carm. pada tgl. 29 April 1962, hari Minggu sesudah Paskah, sebagai Biara Kontemplatif. Para Rubiah bisa disebut pertapi-pertapi = pertapa putri, biasa dipanggil Suster Karmelites. Pada awal berdirinya Biara ini, kurang dikenal oleh masyarakat luas, termasuk oleh Umat Katolik Paroki “Simon Stock” atau sekarang namanya Paroki “Gembala Baik”, Batu.
Kini, dalam perjalanan waktu, menurut pengamatan kami, mula-mula Ibu-ibu Katolik, yang kadang-kadang berkunjung ke Biara “Flos Carmeli”. Sekarang sudah banyak yang mengenal. Pada hari-hari Minggu sudah banyak tamu berkunjung, entah untuk minta doa atau untuk wawancara-rohani. Dulu, kalau ada tamu diterima di kamar tamu. Para tamunya, lebih-lebih ibu-ibu, ada yang “mbrebes mili” (menangis), karena Suster yang menerima tamu ada di balik dua teralis dan berkorden pula, sehingga ada suata, tetapi tak tampak Susternya. Tangis “mbrebes mili” tadi karena rasa “nlongso”, koq seperti di penjara.
Sewaktu kami masih Frater, entah sebagai Novis atau sesudah masa Novisiat, adalah wajar bahwa kami ditugasi kerja bakti di Biara “Flos Carmeli”: ada yang bekerja mengecat tembok, ada yang melubangi kolom-kolom tembok pagar keliling kebun biara, untuk dipasang besi-besi siku, yang akan dipasangi kawat duri, demi keamanan kebun. Pengalaman kerja fisik ini menyenangkan, karena sebagai orang muda, setelah bekerja lalu diberi makan oleh Suster-suster (alias mbakyu-mbakyu) dan menunya lebih “yahut” daripada menu di Biara Novisiat. Celetuk Frater yang tahu bahasa Madura: “Nyaman ongguen ngakan neka”.
Dalam benak saya waktu itu, koq ada orang yang mau masuk biara dan hidup seperti ini, ya? Setelah saya menjadi Imam dan bahkan diberi tugas sebagai Delegatus Monialium, entah berapa periode (enam periode, Red.), saya semakin mengerti dan menghargai panggilan hidup kontemplatif. Memang sebagai Delegatus, tugas utamanya ialah membantu para Suster menggali sumber utama hidup rohani, yang terkandung dalam Kitab Suci dan Tata Hidup, yang digariskan dalam Regula, Konstitusi, Direktorium, dan Statuta, untuk menghayati keutamaan hidup membiara. Dalam biara kontemplatif, hidup doa diharapkan menjiwai segala kegiatan sepanjang hari. Hidup doa diwujudkan dalam doa bersama dan pribadi. Doa bersama ini biasa disebut doa koor. Doa ini dilaksanakan dua kelompok secara bersahut-sahutan dalam mendaraskan Mazmur. Sehubungan dengan ini, sebagai Delegatus, secara sederhana mencoba menyampaikan makna/isi Mazmur dikaitkan dengan pengalaman hidup. Bahwa 150 Mazmur telah kami sampaikan kepada Suster, saya sendiri sudah lupa. Syukurlah para Suster mengumpulkan lembar-lembar yang saya ketik dan saya bagikan kepada masing-masing Suster sewaktu pelajaran seminggu sekali. Di samping itu, untuk meningkatkan “greget” sebagai Mempelai Kristus (biasanya dalam upacara Kaul, Suster yang berkaul “dirias” sebagai Pengantin Kristus), maka saya menyampaikan secara sederhana isi Ensiklik “Verbi Sponsa” (Mempelai Sabda) dari Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 13 Mei 1999, hari Kenaikan Tuhan.
Apa saja yang saya sampaikan hanyalah membantu, dalam melaksanakan tugas pelayanan sebagai Delegatus, berguna atau tidak, terserah kepada para Suster masing-masing. Harapan saya untuk para Suster yang memeringati 50 tahun usia Biara “Flos Carmeli”:
- Tingkatkan mutu dan seni hidup bersana secara manusiawi: nalar, wajar, benar, segar.
- Mekarkanlah hidup beriman: “Peranan Tuhan Yesus Kristus bagi hidupku, bukan sekedar penuntun menuju keselamatan kekal, tetapi juga memberi energi untuk perkembangan dan pemantapan hidup beriman.”
Selamat berpesta, SUSTER: S=segala, U=urusan, S=supaya, T=tertib, E=enyahkan, R=resahmu.
***
Penulis: Mantan Delegatus Monialium